Rabu, 25 Mei 2016

Manajemen Layanan Sistem Informasi



Nama Kelompok:
Caesario Dimas Muhammad (12114258)
Cynthia Fega Pratama Putri (12114473)
Dede Rezky (12114620)
Hanifandra Sadewo (1C114798)
Muhammad Fahmi (
Muhammad Hisyam
Rama AL-Azis (18114864)
Rian Eko (19114219)
Tytha Chairunnisa (1A114915)

15 Jarum sejarah

Pengetahuan

Pendekatan interdisipliner memang merupakan keharusan, namun tidak dengan mengamburkan otonomi masing-masing disiplin keilmuan yang telah berkembang route-nya masing-masing, melainkan dengan menciptakan paradigma baru. Paradigma ini adalah bukanlah ilmu melainkan sarana berpikir ilmiah seperti logika, matematika, statistika, dan bahasa. Setelah perang dunia II muncullah paradigma “konsep sistem” yang diharapkan sebagai alat untuk mengadakan pengkajian bersama disiplin keilmuan. Jelaslah bahwa pendekatan interdisipliner bukan merupakan fusi antara berbagai disiplin keilmuan yang akan menimbulkan anarki keilmuan.

16 Pengetahuan :

Sebuah catatan perjalanan

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang segala sesuatu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia, disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti filsafat, seni, dan agama.

Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan mencul dalam benak kita.

Pengetahuan yang dapat diandalkan

Epistemologi adalah landasan kefilsafatan yang membahas prosedur untuk memperoleh pengetahuan.
Setiap jenis pengetahuan dicirikan oleh tiga pikiran dasar kefilsafatan yakni apa yang ditelaahnya (onotologi), bagaimana caranya memperoleh pengetahuan dan untuk apa pengetahuan itu dipergunakan (axiologi). Fungsi kegunaan pengetahuan terkait dengan epistemologi sedangkan wilayah penjelajahan terkait dengan onotologi.
Manusia mempelajari alam sebagaimana adanya dan menarik kesimpulan melalui pengamatan pancaindera dan penalaran akalnya. Dia mendeskripsikan berbagai gejala alam dan mencoba menjelaskan pengaruh gejala yang satu terhadap gejala lainnya.

Antara ilmu dan seni

Seni, pada sisi lain dari pengetahuan, mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan seluruh kehadiran dan maknanya. Kalau ilmu mencoba mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan mengabstraksikan realita menjadi beberapa variabel yang terkait dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional.  Seni tidak terkait kepada metode tertentu seperti ilmu melainkan mendasarkan kepada kreativitas untuk mengungkap realitas dari berbagai segi dan sudut pandangnya.

Seni terapan (applied arts) dan seni halus (fine arts)

Usaha untuk menjelaskan gejala alam ini sudah mulai dilakukan oleh manusia sejak dulu kala. Mereka merasa tak berdaya menghadapi kekuatan alam yang sangat dahsyat yang dianggapnya merupakan kekuatan yang luar biasa ini. Untuk  menjelaskan dan mengkaitkannya dengan makhluk yang luar biasa dan berkembanglah berbagai mitos tentag para dewa dengan berbagai kesaktian dan perangainya. Gejala alam merupakan pencerminan dari kepribadian dan kelakuan mereka.
Mereka mencoba mengembangkan suatu sistem pengetahuan untuk menafsirkan gejala-gejala fisik dan mekanisme yang mengaturnya. Dapat dibayangkan betapa terlunta-luntanya manusia jika sekiranya sama sekali buta terhadap kekuatan alam yang terdapat sekeliling dirinya. Dengan mengembangkan penafsiran tertera betapa pun primitive dan takhayulnya.
Perkembangan ini menyebabkan tumbuhnya pengetahuan yang disebut “seni terapan” (applied arts) yang mempunyai kegunaan langsung dalam kehidupan badani sehari-hari disamping “seni halus” (fine arts) yang bertujuan untuk memperkaya spiritual.

Akal sehat dan metode coba-coba

Akal sehat (common sense) dan cara coba-coba (trial and error) mempunyai peranan penting dalam usaha manusia untuk menemukan penjelasan mengenai berbagai gejala alam. Ilmu dan filsafat dimulai dengan akal sehat sebab tak mempunyai landasan permulaan lain untuk berpijak. Tiap peradaban betapapun primitifnya mempunyai kumpulan pengetahuan yang berupa akal sehat.

Rasionalisme dan empirisme

Perkembangan selanjutnya dari akal sehat adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis mempermasalahkan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos.
Ilmu mencoba menafsirkan gejala alam dengan mencoba mencari penjelasan tentang berbagai kejadian. Ilmu tidak bisa melepaskan diri dari penafsiran yang bersifat rasional dan metafisis.

Metode eksperimen

Metode eksperimen ini dikembangkan oleh sarjana-sarjana muslim pada abad keemasan islam; ketika ilmu dan pengetahuan lainnya mencapai kulminasi dalam peradaban islam antara abad IX dan XII masehi. Dengan jatuhnya kekaisaran romawi dihidupkan kembali dalam kebudayaan islam . “jika orang yunani adalah bapak metode ilmiah,” simpul H.G.Vells, “maka orang muslim adalah bapak angkatnya”.
Pada zaman khalifah Al-Mansur aliran rasionalisme islma yang terkenal dengan muktazilah mendapatkan kesempatan untuk berkembang yang mendorong pemikiran dibidang filsafat dan keilmuan. Dalam kekhalifahan Harun Al-Rasyid buku pengetahuan ilmiah telah banyak dipublikasikan dan dikumpulkan dalam Baitul hikmah yang bertujuan untuk mengumpulkan dan menerjemahkan. Lewat penerjemahan inilah maka dunia pengetahuan sekarang ini mengenal pengetahuan yang dikembangkan di yunani termasuk filsafat. Pada kurun waktu inilh dikembangkan metode observasi dan metode eksperimen oleh sarjana muslim.
Metode eksperimen ini diperkenalkan didunia barat oleh filsufger bacon (1214-1294) dan kemudian dimantapkan sebagai padigma ilmiah atas usaha francis bacon (1561-1626).
Untuk itu kita harus berupaya untuk tetap objektif agar sejarah keilmuan terdokumentasikan sebagaimana adanya.


Metode ilmiah

Dengan demikian maka berkembanglah metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir dedukatif dengan induktif. Galileo (1564-1642) dan newton (1642-1727) merupakan pionir yang mempergunakan gabungan berpikir deduktif dengan induktif ini dalam penelitian ilmiah mereka. Penelitian Charles Darwin (1809-1882) yang membuahkan teori evolusi juga mempergunakan metode ilmiah.
Perkembangan pengetahuan yang sangat cepat. Dirintis oleh Copernicus (1473-1543), Tycho Brache (1546-1601), Johannes Kepler (1571-1630), Galileo (1564-1642) dan Newton (1642-1727) ilmu mendapatkan momentumnya pada abad ke tujuh belas dan seterusnya tinggal landas. Whitehead menyebutkan periode antara 1870-1880 sebagai titik kulminasi perkembangan ilmu dimana Helmholtz, Pasteur, Darwin dan Clerk-Maxwell berhasil mengembangkan penemuan ilmiahnya.

Metode ilmiah ini dikembangkan setelah para ilmuan menempuh perjalanan pemikiran yang panjang bersama jatuh bangunnya sejarah kemanusiaan dalam menemukan kedewasaan. Dewasa ini terdapat kecenderungan yang bersifat ahitoris.
Metode ilmiah yang sekarang kita perguanakan dalam penelitian ilmiah berkembang melalui perjalanan pemikiran yang panjang. Prosedur dalam menemukan pengetahuan yang dapat diandalkan ini memadukan kelebihan dan kekurangan dari logika deduktif secara rasional dan logika induktif secara empiris.
Sebab utama dibedakan antara epistomoligi penenmuan ilmiah yang cocok untuk peneliti profesiaonal dan epistomologi pemecahan masalah yang cocok untuk penelitian akademik. Kedua epistomologi ini akan dikaji dalam pembahasan selanjutnya.
Dalam konteks ini, Filsuf Friedrich Hegel (1770-1831) dalam bukunya The Philosophy of History, telah memperingatkan kita: bahwa baik manusia maupun pemerintahan tak pernah belajar apapun dari sejarah atau bertindak sesuai dengan prinsip yang dideduksikan dari sejarah.
17. Struktur Pengetahuan Ilmiah
Metode ilmiah dinamakan pengetahuan ilmiah. Disiplin keilmuan mencoba memperoleh dan penyusun pengetahuan ilmiah sesuai dengan bidangnya. Disiplin ilmu ekonomi. Menyusun pengetahuan ilmiah mengenai kegiatan ekonomi . pengetahuan ilmiah disusun secara akumulatif dan sistematik sehingga membentuk tubuh pengetahuan dikenal sebagai teori ekonomi. Teori ekonomi merupakan kumpulan, pengetahuan mengetahuan menegnai kegiatan ekonomi baik yang berbentuk teori, hokum, prinsip, dan sebagainya.
Antara Dunia Fakta dan Dunia Konsep
Ilmu mempelajari realitis empiris yakni kenyataan yang dapat ditangkap lewat pancaindera. Unsur realitas empiris adalah fakta. Jadi kita hidup diantara fakta-fakta: transportasi yang macet, harga yang membumbung, uang sekolah yang naik dsb. Kita ini hidup diantara fakta-fakta, baik yang langsung berhubungan kehidupan kita, maupun yang tidak.
Konsep adalah sekumpulan fakta yang telah direduksikan menjadi pernyataan abstrak. Artinya kerajinan tangan dan berbagai benda lainnya yang sejenis dikelompokkan satu kategori yang dinamakan benda ekonomi. Benda ekonomi adalah semua benda, termasuk benda kerajinan tangan, yang jumlahnya langka sehingga untuk memperolehnya kita harus mengeluarkan pengorbanan.
Konsep : Acuan yang Menakjubkan
konsep adalah bahasa yang dipakai sesame ilmuan dalam menganalisis berbagai fakta.Berpikir secara konsepsional ini merupakan salah satu tujuan utama dalam pendidikan keilmuan di samping berpikir nalar dan berpikir antisipasif.
Konsep merupakan acuan yang menakjubkan sebab dia mempunyai daya penjelasan yang luas dan menyakitkan.
Konsep dan Penjelasan
Ilmu berfungsi sebagai acuan dalam mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol gejala alam. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diproses melalui prosedur yang disebut metode ilmiah. Perkembangan ilmu diibaratkan sebagai piramida terbalik yang mencerminkan penyusunan pengetahuan ilmiah yang bersifatakumulatif.
Metode ilmiah mempunyai mekanisme umpan balik yang bersifat korektif yang memungkinakan upaya keilmuan menemukan kesalahan yang mungkin diperbuatnya. Sebaliknya bila ternyata bahwa sebuah pengetahuan ilmiah yang baru itu benar, maka pernyataan yang terkandung salam pengetahuan ini dapat dipergunakan sebagai premis baru dalam kerangka pemikiran yang menghasilkan hipotesis baru.
Sampai pertengahan abad ketujuh belas komunikasi antar ilmuan dilakukan melalui korespondensi pribadi atau publikasi makalah atau pamphlet yang dilakukan sewaktu-waktu. Tahun 1654 The Royal Society didirikan di London disusul oleh Academie Francaise yang di dirikan di Paris pada tahun 1653. Laporan pertemuan ilmiah pertama dari The Royal Society muncul pada tahun 1664.
Pada dasarnya ilmu dibangun secara bertahap dan sedikit demi sedikit dimana para ilmuan memberikan sumbangannya menurut kemampuannya. Ilmu secara kuantitatif dikembangkan oleh masyarakat kelilmuan secara keseluruhan, meskipun tentu saja beberapa orang jenius seperti Newton atau Einstein, merumuskan landasan baru yang bersifat mendasar.
Penjelasan keilmuan juga memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi dan berdasarkan ramalan tersebut kita bisa melakukan upaya untu mengomtrol, agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak. pengetahuan ilmiah pada hakikatnya mempunyai empat fungsi, yakni mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol. Kita dapat memanfaatkan pnegetahuan ilmiah sesuai dengan ruang lingkup dan kemampuan pengetahuan tersebut. Tantum Possumus, ujar Francis Bacon, Quantum Scimus.
Secara garis besar terdapat empat jenis pola penjelasan , yakni penjelasan deduktif, probabilistic, fungsional, atau teleologis dan genetic. Deduktif memeprguankaan cara berpikir deduktif dalam menjelaskan suatu gejala dengan menarik kesimpulan secara logis dari premis premis yang telah ditetapkan sebelumnya. Penjelasan probabilistic merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus yang tidak memberikan kepastian. Seperti penjelasan deduktif melainkan penjelasan yang bersifat peluang seperti “kemungkinan”, “kemungkinan besar “ atau “hamper dapat dipastikan”. Penjelasan Funsional atau teleologis merupakan penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan system secara keseluruhan yang mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu. Penjelasan genetic mempergunakan factor-faktor yang timbul sebelumnya dalam menjelaskan gejala yang muncul kemudian.
Teori Ilmiah
Teori merupana pengetahuanilmiah yang mencakup deskripsi dan penjelasan mengenai suatu objek tertentu. Teori ekonomi berada dalam payung ilmu ekonomi. Teori ekonomi inipun dirinci dalam teori yang cakupannya lebih kecil umpamanya teori mikro ekonomi dan teori makro ekonomi. Hubungan dua buah proporsi penting dinamakan sebagai hokum.
Secara substantif teori terdiri dari subteori, hukum, prinsip, asa dan bentuk bentuk lainnya. Secara semantic teori melambangkan abtraksi suatu objek kita mengatakannya “justifikasi teoritis”.
Teori Newton sebenarnya merupukan gabungan dari teori teori yang telah dikembangakan oleh pendahulunya yakni Galileo, Copernicus dan Johannes Kepler. Teori tentang “jatuh bebas” yang didemontrasikan oleh Galileo menjatuhkan dua benda yang berbeda beratnya dari menara pisa. Galileo (1564-1642) dengan demontrasinya yang bersifat teatrikal dengan sekali pukul menjatuhkan teori Aristoteles yang tidak benar itu.
Copernicus (1473-1543) mengembangkan teori baru bahwa bukan matahari yang berputar mengelilingi bumi melainkan bumi mengelilingi matahari. Perombakan teori lama oleh Ptolemaeus (150 S.M) dari Alexandria yang mengemukakan bumi adalah pusat jagat raya. Teori cocpernicus ini kemudian disempurnakan oleh Johannes Kepler (1571- 1630). Dengan mempergunakan data yang dikumpulkan Tycho Branche(1546-1601) menyimpulkan bahwa bahasa orbit palnet planet dalam mengelilingi matahari tidaklah berbentuk lingkaran seperti apa yang dipercayai oleh Ptolemaeus maupun Copernicus melainkan berbentuk ellips.
Akhirnya Newton (1642-1727) pada tahun 1686 mnenerbitkan Phitosophiae Naturals Principia Mathematica teori yang mempersatukan teori Galileo. Newton berhasil menemukan teorinya yang bersifat universal didasarkan kepada teori teori sebelumnya bersifat sepotong sepotong. Newton sendiri menyatakan bahwa “jika saya mampu melihat jauh muka hal ini disebabkan oleh sehati saya berdiri di puncak para jenius terdahulu.”
Newton memformulasikan sebuah teori gravitasi yang menjelaskan tentang peristiwa tersebut dengan penjelasan yang bukan saja berlaku bagi apel, namun juga bagi seluruh benda baik yang berada di bumi maupun di langit. Bersifat universal.
Pengertian teoritis merupakan abstraksi dari realitas dimana semakin tinggi tingkat keumumannyasebuah teori makan semakin jauh dia dari realitas secara fisik. Konsep teoritis seperti gravitasi dan medak efek. Tromagnetik merupakan penjelasan yang bersifat mendasar yang mampu nengikat berbagai gejala gejala fisik secara universal.
Tujuan akhir dari keilmuan adalah mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat umum, utuh dan koheran. Fisika teoritis (Theoretical Physics) teori yang paling maju dalam bidang ilmiah namun secara keseluruhan belum membentuk teori yang utuh dan koheran. Fisika teorits terdiri dari teori yang dikembangkan Newton, Maswell, Eisntein, Schrodinger dan ahli-ahli fisika lainnya.
Teori Ilmu Sosial
Teori motivasi Maslow ini, kita akan menemukan erbagai teori motivasi yang pada hakikatnya adalah sama, tetapi pada artikulasinya tampil berbeda. diibaratkan  dengan sebuah kerajaan , ilmu social adalah kerajaan tanpa raja atau shogun, melainkan kumpulan dariraja-raja kecil seperti “ warlord” atau “daimyo”/ teori ilmu social sukar sekali untuk mengenbangkan teori yang bersifat universal dan bersifat nomotetis yakni mampu mendeskripsikan, menjelaskan, dan mengontrol gejala alam.
Max Plank, menurut informasi yang diperoleh dari buku loakan, menganggap ilmu ekonomi itu sukar dan menglihkan bidang studinya ke fisika dan menemukan teori quantum,sedangkan Bertrand Russell berpendapat sebaliknya, ekonomi baginya dianggap terlalu mudah yang menyebabkan dia beralih kepada filsafat dan matematika.
Ilmu ekonomi berkembang menjadi teori yang bersifat kuantitatif par excellence. Teori genets pada hakikatnya merupakan deskripsi dari suatu objek penelaahan yang bersifat lengkap dan memberikan penjelasan fungsional antara berbagai unsur dalam teori tersebut.
Teori ilmu social berfungsi untuk mendeskripsikan, namun jika teori tersebut hanya berhenti sampai sini maka teori semacam itu tak banyak gunanya dalam memecahkan masalah social dalam kehidupan ini. Teori ilmu social bersifat genetis.
Teori ilmu social dinyatakan dalam pernyataan verbal yang bersifat kulitatif dalam pemecahan masalah bersifat kuantitatif.
Dari Homo Sapiens Ke Homo Faber
Konsep yang bersifat teoritis karena sifatnya yang mendasar sering tidak langsung mempunyai kegunaan praktis. Kegunaan dari sebuah konsep yang bersifat teoritis baru dapat dikembangkan sekiranya konsep yang bersifat praktis.
Penelitian yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui dinamakan  penelitian murni atau penelitian dasar. Sedangkan penelitian yang bertujuan untuk mempergunakan pengetahuan ilmiah yang telah diketahui untuk memecahkan masalah kehidupan yang bersifat praktis dinamakan penelitian terapan.
Pernyataan ilmu dan teknologi (Science and Technology) sering ditafsirkan sebagai ranah ilmu ilmu alam.teknologi merupan penerapan teori ilmiah. Teknologi ,menurut dibedakan dari perangkat lunak (Software) dan perangkat keras (Hardware).
Penemuan Henri Bacquerel tentang sinar X baru dapat diterapkan dalam praktek setelah 25 tahun kemudian, sedangkan proses pemecahan atom (Nuclear Fission) baru dapat dilakukan 11 tahun kemudian setelah teorinya diformulasikan. 7 tahun setelah itu, ditemukanlah cara pembuatan bom atom yang kemudian meluluhlantakkan Nagasaki dan Hiroshima, yang membuka babakan baru sejarah dalam peradaban manusia. Azyumardi Azra, adalah “Fasisme dengan senyuman”.
Manusia disebut Homo Faber (makhluk yang membuat peralatan) di samping Homo Sapiens (makhluk yang berpikir) yang mencerminkan kaitan antara pengethaun yang bersifat teoritis dengan teknologi tyang bersifat praktis. Seni bersifat estetis, ilmu adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh manusia untuk memecahkan masalah masalah praktis dalam kehidupannya. Meskipun pada tahap embrional pengembangan ilmu pun pernah bersifat estetis.
Pendapat yang dikemukakan seniman Mochtar Lubis bahwa persamaan dan perbedaan ilmu dengan seni patut diketahu dengan seksama dalam rangka meningkatkan sikap ilmiah bangsa Indonesia mengingat sikap kita yang masih berorientasi kepada nilai estetis.
Struktur Pengetahuan Ilmiah
Postulat merupakn ssanggapan dasar tentang objek yang menjadi focus penelaahan kita. Anggapan dasar ini bertolah dari cara pandang kita terhadap objek tersebut. Postulat tidak membutuhkan berifikasi empiris sebab postulat bukanlah sifat yang melekat pada objek yang kita telaah melainkan car pandang kita terhadap objek tersebut, Lain halnya dengan Asumsi.
Sebagian orang mengatakan bahwa pendidikan adalah transfer pengetahuan, aritinya. Poros kegiatan pendidikan adalah transfer pengetahuan itu.
Postulat denfan tepat dan cermat. Mendidik manusia berpikir secara ilmiah berarti menjadikan teori ilmiah dijadikan dasar untuk berpikir dalam memecahkan masalah. Mendidik manusia untuk menguasai teori ilmiah adalah menjadikan ilmu sebagai materi yang harus dipahami dan menjadi bagian dari kognisi inteligensi manusia. Titik berat dari tujuan pertama adalah Bberpikir sedangkan titik berat tujuan kedua adalah kognisi.
Ilmu ekomonim mempostulatkan ekonomi sebagai kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya melalui mekanisme pertukaran ilmu manajemen mempostulatkan manajemen sebagai upaya menusia untuk mencapai tujuan tertentu dengan mekanisme kerja sama.s
Baik ilmu ekonomi maupun ilmu manajemen menjadikan manusia sebagai objek telaahnya.
ilmu ekonomi menganggap manusia sebagai makhluk hedonis yang serakah yang ingin memuaskan kebutuhan hidupya sendiri dengan kenikmatan sebesar besarnya dan menjauhi yang mengurangi kenikmatan hidupnya, ilmu manajemen mempunyai asumsi tentang manusia yang berbeda tergantung dari organisasi dimana manusia itu bekerja sama
tubuh pengetahuan ilmiah pada hakikatnya merupakan pengetahuan teoretis yang disusun secara sistematis. Teori ilmiah ini pada hakikatnya berfungsi untuk mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan dan mengontrol gejala alam, teori yang mampu melaksanakan keempat fungsi keilmuan ini secara lengkap dinamakan teori nomotetis. Teori genetis adalah teori yang bersifat mendeskripsikan dan menjelaskan namun tidak memprediksikan dan mengontrol
deduksi dalam ilmu alam selalu bersifat tautologis sedangkan deduksi dalam ilmu sosial bisa sangat bervariasi sesuai denganrealitas yang di hadapi
ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai karakteristik sendiri. Pengetahuan mempunyai berbagai cabang pengetahuan yang salah satunya adalah ilmu, pengetahuan di artikan secara luas mencakup segenap apa yang kita tahu tentang suatu objek tertentu
pengetahuan manusia terhadap objek diluar dirinya diperoleh melalui kemampuannya dalam mengindra, merasa dan berpikir. Manusia mencoba menemukan kebenaran baik melalui pengalaman berdasarkan panca indranya maupun kegiatan berpikir berdasarkan akalnya. Kegiatan berpikir manusia dibedakan menjadi dua yakni, pertama, kegiatan berpikir bersifat nalar/logis dan kedua, intuitif , kegiatan berpikir yang mem-bypass nalar. Pegetahuan manusia juga dapat bersumber dari wahyu tuhan kepada manusia
ilmu meupakan pengetahuan yang mencoba mempelajari realitas dunia fisik yakni dunia yang dapat kita tangkap melalui panca indra, realitas atau dengan kata lain  apakah hakikat sebenarnya yang hadir sebagai kenyataan bagi diri kita? Ternyata kenyataan itu tidak sesederhana yang kita duga sebab yang tampak tidak selalu merupakan kenyataan yang ada. Cabang kefilsafatan yang mempelajari hakikat realitas disebut metafisika. Metafisika terdiri dari dua aspek yakni ontologi dan kosmologi
aspek ontologi mengkaji masalah fundamental dari realitas seperti ruang dan waktu sedangkan kosmologi mengkaji masalah mengenai keterkaitas seluruh entitas umpamanya keteraturan(order)
ilmu membatasi telaahnya hanya pada dunia yang dapat dijangkau oleh panja indera yang mempunyai karakteristik(1) realitas adalah gejala fisik; (2) berwujud sebagai fakta atau data; (3) merupakan perkiraan dari kenyataan yang sebenarnya dan (4) dinyatakan sebagaimana adanya,
unit analisis ilmu adalah fakta yang merupakan unsur yang membentuk realitas. “Dunia merupakan totalitas fakta”, kata wittgenstein, “bukan benda”. Fakta yang mempunyai karakteristik tertentu dinamakan data, umpamanya “mendung” menyebabkan timbulnya “hujan”. artinya terdapat hubungan antara fakta berupa gejala mendung dengan fakta lain yang berupa timbulnya hujan
teori adalah pernyataan verbal yang merupakan abstraksi dari kejadian faktuan yang kasat mata, teori berawal dari pengamatan manusia seperti apa yang kita amati tentang hubungan antara mendung dan hujan. Pengetahuan yang kita dapatkan dari pengamatan ini adalah pengetahuan aktual, kita dapat mengetahui apa itu mendung dan apa itu hujan melalui pengamatan kita, disamping berpikir faktual ini manusia mengembangkan cara berpikir laincyang dinamakan berpikir konseptual atau konsepsional, berpikir konsepsional unit analisisnya adalah konsep. Konsep adalah abtraksi dari sekumpulan fakta yang direduksikan menjadi pernyataan verbal
Masalah yang timbul dapat dijawab melalui pengujian atau sering disebut dengan verifikasi. Metode ilmiah yang menggabungkan berpikir dedukasi dan induksi dengan jembatan hipotesis yang terkenal dengan sebutan logico-hipothetico-verivikatif.
Ilmu memfokuskan kajiannya pada dunia empiric, dalah hubungan ini maka teori gravitasi menjelaskan bahwa bumi dan bulan berada pada orbitnya masing-masing karena ada gravitasi. Ilmu dapat disimpulkan sebagai pengetahuan ilmiah yang berupa gabungan antara deduksi dan induksi dengan jembatan hipotesis.
Beberapa Permasalahan Epistemologis dalam Kegiatan Keilmuan
Manusia menemukan pengetahuan baru atau memecahkan masalah yg dihadapinya dilakukan melalui kegiatan penelitan. Metodenya merupakan gabungan dedukasi dan induksi dengan jembatan hipotesis. Dalam penerapa metode ilmiah dalam kegiatan penelitian kita menemukan variasi yang banyak sekali sehingga membingukan.
Untuk itu dilakukan usaha untuk menemukan konsesus untuk menjabarkan epistemology ilmu secara nalar dan sistematis. Dimulai dengan mengamati bermacam bentuk penjabaran metode ilmiah, dan menunda penilaian untuk menyatakan salah atau benar. Hanya menunjukan sekiranya berpegang teguh secara konsekuen kepada metode ilmiah maka kita akan menemukan beberapa penyimpangan dalam penerapannya. Masalah kedua, peneliti tidak mempunyai konteks justifikasi. Masalah ketiga, kurang berfungsinya teori ilmiah sebagai acuan dalam membangun argumentasi deduktif yang menghasilkan hipotesis. Masalah keempat, banyaknya penelitian deskriptif yang dilakukan sebagai penelitian akademik. Masalah kelima, penelitian akademik yang lebih berorientasi pada penemuan daripada membentuk cara berpikir.
Kegunaan Ilmu
Fungsi pengetahuan ilmiah bukanlah pengetahuan yang bersifat estetik, melainkan pengetahuan yang berguna sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan secara praktis.
Pengajuan Hipotesis berdasarkan Teori Maslow
Pengetahuan ilmiah merupakan sumber pengetahuan untuk mendapatkan jawaban sementara atau hipotesis. Menurut teori Maslow dirumuskan sebagai berikut: pertama, sesuatu muncul karna ada penyebab. Kedua, Kebutuhan mempunyai hierarki tertentu. Disimpulkan dalam masalah mengapa supir bis sering melakukan aksi ugal-ugalan.
Kita dapat mengajukan hipotesis dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mengaitkan antara tingkat pemenuhan kebutuhan ekonimi dengan tingkat keamanan mengendarai kendaraan.
Implikasi Penelitian
Setelah kesimpulan penelitian dirumuskan maka implikasi dan saran dikemukakan secara lengkap dari A sampai Z dalam rangka penyelesaian masalah secara tuntas.
Kesimpulan atas mempergunakan teori Maslow mengenai masalah diatas, bahwa tindakan ugal-ugalan supir bis kota disebabkan belum terpenuhinya kebutuhan ekonomi.
Jadi, tidak ada salahnya bila dalam bidang keilmuan terdapat beberapa teori yang menjelaskan suatu kejadian. Teori-teori ini dapat kita anggap sebagai kerangka berpikir yang kita evaluasi melalui dua aspek, pertama, tingkat rasionalitas argumentasinya dan, kedua, keakuratan prediksinya. Kerangka berpikir yang paling rasional dan paling akurat prediksinya itulah yang akan kita pilih untuk menjelaskan kejadian tersebut global.
Dalam ilmu-ilmu sosial masalah seperti ini sudah biasa terjadi.Mungkin terdapat beberapa teori yang menjelaskan satu kejadian yang sama, atau yang lebih sering terjadi, sama sekali tak terdapat teori apa pun yang menjelaskan suatu kejadian tertentu.
Ilmu-ilmu sosial tidak lagi mengembangkan teori nomotetis yakni teori yang mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan dan mengontrol gejala alam melainkan “Teori Genetis” yakni teori uang mendeskripsikan mengenai karateristik entitas tertentu dari berbagai segi, kategorisasi,relasi,fungsi, cara kerja, pengembangan dan sebagainya.
Teori kepemimpinan dalam ilmu manajemen, umpamanya, termasuk ke dalam kategori teori genetis ini. Teori ini mendeskripsikan berbagai segi dari kepemimpinan dalam organisasi.
Teori genetis umpamanya membahas mengenai karakteristik kepemimpinan yang efektif, namun dia tidak menyimpulkan bahwa “ semakin demokratis kepemimpinan maka semaki tinggi produktivitas atau efektivias suatu organisasi”.
Jadi peneliti ilmu-ilmu sosial tidak usah terlalu berkecil hati bila ingin meneliti pengaruh budaya organisasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia meskipun tak ada teori nomotetis yang menaunginya.
Kita tetap ingin mempertahankan bahwa secara universal tak ada perbedaan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial yakni kedua-duanya mempergunakan epistemologi ilmu dan metode ilmiah yang sama.
Filsafat ilmu dapat berfungsi sebagai kerangka yang mempersatukan semua sarana berpikir ilmiah ini. Semoga pemetaan peranan mereka secara filosofis dalam proses keilmuan akan membatnu kita untuk lebih memahami hakikat dan fungsinya masing-masing sehingga menggerakkan hati kita untuk lebih menghargai dan dengan demikian mendorong keinginan untuk mempelajarinnya.
Keutuhan Pengetahuan
Pengetahuan ilmiah berkembang relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Dunia pengetahuan seakan terbagi dalam dikotomi antara dunia ilmiah dan non-ilmiah. Dunia non-ilmiah ini dikenal sebagai humaniota(humanisties) yang mencakup semua cabang pengetahuan kecuali ilmu dan sarana yang secara khusus terkait dengannya seperti matematika dan statisika.
Pengetahuan lainnya seperti filsafat, bahasa, seni, mora dan agama tergolong kepada kelompok humaniora.
Kekhususan ilmd alam menyusun tubuh pengetahuannya menyebabkan ilmu berkembang dengan cepat dan mengkonsolidasikan dirinya sebagai pionir terepan dalam membentuk peradaban manusia.
Pengetahuan dapat dibayangkan sebagai sebuah bangunan. Di bawahnya terdapat “Kapling” yang merupakan wilayah dimana pengetahuan itu dibangun. Diatas kapling itu didirikan “Bangunan” yang merupakan tubuh pengetahuan yang diperoleh dan disusun. Diatas bangunan terdapat “Atap” uang merupakan nilai yang melindungi bangunan tersebut. Kita dapat mengenal seiap bangunan dari rancang bangun pengetahuan tersebih yang terdiri dari tiga komponen yakni ontologi, epistemologi, dan asiologi masing-masing .
Intinya adalah bahwa apapun cabang pengetahuan yang diperoleh harus dimanfaatkan bagi kebaikan manusia dan sosial yang mencerminkan kedudukan dan pengaruhnya dalam kehidupan bermasyarakat. Ilmu dan teknologi sangat berperan dalam membentuk kebudayaan manusia dewasa ini.
Bakker dan Zubair dalam Metodologi Penelitian Filsafat mengutip pendapat Jujun Suriasumantri bahwa :
Dewasa ini pengetahuan yang satu tercerai dari pengetahuan yang lainnya. Ilmu tercerai dari    moral, moral tercerai dari seni, seni tercerai dari ilmu, dan seterusnya. Inilah sebenarnya sumber ketidakbahagiaan manusia modern dewasa ini, sebab pengetahuan yang tidak utuh akan membentuk manusia yang tidak utuh pula. Kerangka filsafat akan memungkinkan kita membahas wawasan mengenai keterkaitan berbagai pengetahuan.
Ilmu dan Teknologi yang diperoleh harus dipergunakan bagi kebaikan. Demikian juga, kebenaran tanpa kebaikan akan menjadi kering tanpa keindahan. Manusia tak hanya membutuhkan satu bangunan untuk berteduh saja.Kita membutuhkan Mesjid dan gereja untuk beribadat. Kita membutuhkan gedung kesenian untuk menonton drama atau mendengarkan konser. Kita membutuhkan sekolah, rumah sakit dan bahkan sanatorium untuk orang gila.Tugas orang suci dan orang ahli adalah mendirikan bangunan tersebut.
Metodologi Ilmiah :
Epistemologi Pemecahan Masalah
Epistemologi adalah landasan kefilsafatan yang berkaitan dengan proses penemuan dan penyusunan pengetahuan. Epistemologi ilmu adalah bagian dari filsafat ilmu ang membahas proses dan penyusunan pengetahuan ilmiah.
Metode yang dipergunakan pengetehuan ilmiah dalam upaya memperoleh pengetahuannya dengan memperhatikan semua hal tersebut di atas adalah metode ilmiah.
Metogologi ilmiah dengan demikian dapat kita nyatakan sebagai kajian yang mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat metode ilmiah. Pembahasan yang akan kita lakukan berkaitan dengan masalah-masalah pokok dalam metodologi ilmiah
Fakta : Titik Awal dan Titik Akhir Penelaahan Ilmiah
Unsur pertama yang berkaitan dengan metode ilmiah ialah wilayah penjelajahan yang dicakup dalam kehiatan ilmiah serta penafsiran tentang realitas yang ada di  dalam wilayah kediatan itu. Secara kefilsafatan semua ini terkandung dalam landasan ontologis dan metafisika keilmuan.
Objek penelaahan ilmu berapa di dunia empiris. Unit analisis dunia empiris adalah fakta. Fakta adalah unsur realitas dan sebaliknya, totalitas fakta membentuk realitas.
Alam memberikan beragam kekayaan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia namun juga merupakan sumber potensi bahaya dalam bentuk bencana alam. Pada tahap awal manusia hidup dari memetik buah-buahan dan umbi-umbian serta daging yang didapat dari hasil berburu.
Pokok pikirannya adalah kegiatan yang dilakukan oleh nenek moyang kita dan penelitian yang dilakukan oleh kita sekarang ini mempunyai kesamaan yakni dua-duanya mempelajari fakta. Bedanya hanya nenek moyang kita menggunakan akal sehat, sedangkat kita menggunakan akal sehat yang canggih.
Konsepsi adalah gagasan yang diabstrasikan dari fakta-fakta yang memungkinkan kita untuk memahami secara sekaligus berbagai fakta yang tercakup.
Pangan adalah abstraksi dari berbagai hasil tumbuhan, hewan dan bermacam benda lainnya yang dikonsumsi manusia.

Dari fakta ke teori
Paham emipirisme berpendapat bahwa lewat proses induksi kita akan dapat menyusun teori ilmiah yang mampu menafsirkan secara konsepsional berbagai fakta. Pendapat ini dianggap tidak benar karena induksi hanya mampu menarik kesimpulan kasual tentang hubungan faktual, namun tidak mungkin menyusun teori yang bersifat konsepsional.
Dedukasi hipotesis
Katakanlah kita ingin melakukan verifikasi terhadap kebenaran, dalam ilmu ekonomi misalnya yang menyatakan bahwa “Jika permintaan tetap sedangkan harga naik maka harga akan turun”.
Verifikasi empiris diatas dapat kita lakukan pada benda ekonomi yang mempunyai permintaan tetap sepanjang waktu seperti beras. Bahwa pada musim panen produksi melimpah, yang berarti penawaran naik.
Bisa kita deduksikan bahwa pada musim panen harga beras akan turun, sedangkan saat musim paceklik persediaan di pasar akan berkurang sehingga penawaran akan turun. Disebabkan permintaan terhadap beras yang bersifat tetap sepanjang tahun.
Meskipun data ini bertentangan dengan hukum pembentukan harga, namun kalau kita lihat data ini dalam hubungannya dengan pengujian hipotesis yang diajukan, maka hipotesis akan diterima karena harga memang berfluktuasi.
Fluktuasi harga dalam pernyataan ini tidak dinyatakan secara definitif, oleh karena itu akan dinyatakan benar dari kombinasi data, selama data tersebut menunjukkan adanya fluktuasi harga.
Hipotesis yang bersifat definitif sering kita jumpai dalam penelitian negara, Hal ini disebabkan oleh kita yang terbiasa mengajukan hipotesis tidak dibarengi dengan kerangka berpikir melainkan melakukan lompatan intelektual dari masalah ke hipotesis.
Lompatan intelektual dalam artian yang baik akan membawa revolusi dalam kemajuan pengetahuan ilmiah, namun lompatan intelektual dalam pengajuan hipotesis seperti ini akan bersifat sebaliknya.
Hipotesis mengenai fluktuasi harga dideduksikan dari suatu teori pembentukan harga. Deduksi seperti ini dinamakan deduksi nomologis, yang artinya argumentasi yang dilakukan berasal dari teori atau pernyataan yang sama.
Deduksi nomologis hanya bisa dilakukan oleh teori nometetis, yakni teori yang berfungsi untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan mengontrol gejala alam.
Ilmu-ilmu sosial telah berupaya menyusun suatu grand theory yang bersifat monistis, tapi hanya memberikan sedikit proporsi yang rinci untuk memperoleh hipotesis yang bisa dibuktikan.
Disamping teori jalan tengah yang bersifat monistis yang jumlahnya sangat sedikit, banyak ilmu sosial yang mengembangkan banyak sekali teori yang bersifat mendeskripsikan suatu entitas yang tidak mempunyai kemampuan prediktif.
Masalah yang dihadapi peneliti ilmu-ilmu sosial adalah bagaimana kita bisa melakukan prediksi dengan dasar teori yang tidak mempunyai kemampuan prediktif. Katakanlah kita melakukan prediksi antara teori kepemimpinan dengan teori kepuasan kerja yang keduanya bersifat genetis. Dalam hal ini kita tidak mungkin melakukan deduksi nomologis karena kita tidak mempunyai teori yang bersifat nomotetis.
Berdasarkan hal ini, mengkonstruksikan teori yang logis dan koheren yang memprediksikan tindakan manusia dengan asumsi bahwa manusia akan berpikir rasional. Oleh sebab itu digunakanlan deduksi yang bersifat rasional penalarannya.
Dalam mengkontruksi penjelasan rasional, kita harus memperhitungkan berbagai asumsi yang terdapat dalam realitas sosial.
Kita sering melihat bahwa mahasiswa dalam melakukan penelitiannya mencoba menerapkan model realitas berdasarkan penelitian orang lain luar negeri. Secara epistemologis hal ini kurang dapat dipertanggungjawabkan karena realitas sosial penelitian itu dilakukkan berbeda dengan realitas sosial dinegara kita, Tidak ada salahnya jika kita mempelajari model-model penelitian ditempat lain.
Namun menerapkannya begitu saja tanpa memperhatikan realitas sosial dinegara kita, bukanlah sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kita harus menggunakan berbagai pertimbangan dalam menyusun model penelitian dengan memperhatikan realitas sosial dinegara kita.
Tujuan utama penelitian akademik bukanlah menguji hipotesis melainkan menyusun program aksi berdasarkan tesis yang terlah teruji.

Diagram2.jpeg
Bagan 19-2
Epistemologi Pemecahan Masalah

Epistemologi Pemecahan Masalah
Epistemologi penemuan teori baru adalah prosedur yang dilakukan melalui metode ilmiah untuk menemukan teori baru. Untuk tujuan penelitian akademik kita akan mengembangkan prosedur baru yang dinamakan epistemology pemecahan masalah. Dengan tetap merujuk kepada metode ilmiah yang berupa logico-hypothetico-verifikatif maka prosedurnya mengalami modifikasi
     Setelah masalah dirumuskan di dunia empirik maka kita tidak langsung melakukan induksi seperti apa yang dilakukan dalam epistemology penemuan teori baru namun melainkan melakukan deduksi untuk menyimpulkan hipotesis yang disusun dengan mengacu kepada teori-teori ilmiah yang relevan. Berdasarkan premis yang diambil dari teori-teori ilmiah ini maka disusun secara deduktif kerangka berpikir yang merupakan argumentasi bagi pengajuan hipotesis. Jadi seperti kaum rasionalis yang berpendapat bahwa ide yang mengandung kebenaran itu sudah ada secara apriori maka kita pun berpendapat demikian. Ide yang bersifat apriori ini adalah teori ilmiah yang kita kenali lewat proses belajar teori keilmuan.
     Induksi dilakukan dalam rangka verifikasi hipotesis yang kita ajukan. Atau lebih tepat lagi, pengumpulan dan pengolahnan data dalam rangka pemecahan masalah diarahkan oleh hipotesis yang diajukan. Hipotesis yang dideduksikan dari teori ilmiah dalam bentuk hipotesis akan diuji kebenarannya sebelum dijadikan dasar bagi pemecahan masalah selanjuntya.
     Baik epistemology penemuan teori baru maupun epistemology pemecahan masalah keduanya mempergunakan metode logico-hypothetico-verifikatif. Induksi untuk menghasilkan teori baru tidak dilakukan epistemology pemecahan masalah sebab memang epistemologi ini tidak bertujuan melakukan hal itu. Epistemologi pemecahan masalah meninggikan cara berpikir rasional dan konseptual dengan tujuan memanfaatkan secara maksimal berbagai pengetahuan ilmiah yang telah dipelajarinya selama ini.
     Kita melihat banyak penelitian akademik kita yang hanya melakukan induksi dan tanpa deduksi. Penelitian dengan hanya mengandalkan induktif ini adalah metode paham empirisme yang berasal dari induksi Baconian dan bukan metode ilmiah yang menggabungkan paham empirisme dan rasionalisme dengan jembatan hipotesis.. Bagi penelitain akademik, prosedur semacam ini tidak bersifat mendemonstrasikan metode ilmiah yang sesungguhnya sebagai sintesis dari cara berpikir rasional dan empiris serta gabungan antara berpikir deduktif dan induktif.
Evaluasi Kritis
Dalam Epistemologi penemuan teori baru sekiranya hipotesis yang dideduksikan dari teori itu ditolak dalam proses verifikasi maka otomatis teori itu gugur sebab dianggap tidak benar. Lain halnya dengan epistemology pemecahan masalah. Hipotesis yang ditolak bukan berarti bahwa konsep pemecahan yang diajukan itu tidak benar namun mungkin saja bahwa penolakan ini disebabkan oleh hal lain. Kita harus mengeksplorasi kemungkinan lain ini sebab evaluasi yang bersifat kritis terhadap hasil pengujian hipotesis mungkin akan membuka koridor baru terhadap penemuan penelitian. Evaluasi yang kita lakukan pertama kali ditujukan pada metodologi penelitian.


Diagram1.jpeg
Bagan 19-3
Epistemologi Pemecahan Masalah

     Kesalahan dalam metodologi penelitian ini umpamanya kita terlalu premature menyimpulkan hasil suatu eksperimen karena tingkat kematangan (maturity) belum terpenuhi. Namun kesalahan juga mungkin terjadi dalam kerangka berpikir kita.

Kriteria kebenaran dalam kegiatan keilmuan
Teori pragmatisme kita pergunakan dalam menilai kebenaran teori ilmiah yang selalu silih berganti sesuai dengan perkembangan pengetahuan ilmiah. Selama teori ilmiah mampu memberaikan penafsiran terhadap geajala alam maka kita akui teori tersebut sebagai anggota khasanah pengetahuan ilmiah.
     Kriteria kebenaran keilmuan ini juga tercermin dalam membagi kegiatan keilmuan menjadi dua wilayah yakni konteks penemuan dan konteks justifikasi (pembenaran). Artinya suatu penemuan penelitian harus mempunyai justifikasi agar dapat dianggap memiliki kebenaran secara ilmiah. Untuk itu maka kita membedakan antara penelitian murni  yang bertujuan menemukan teori baru dan Penelitian terapan yang bertujuan memecahkan masalah dengan mempergunakan teori yang telah ditemukan. Dalam hal ini maka konteks penemuan teori baru berada di dunia rasional dan konteks justifikasi berada di dunia empiris. Sedangkan penelitain terapan bersifat sebaliknya: konteks penemuannya beradai di dunia empiris (berupa hubungan factual) dan konteks justifikasinya berada di dunia rasional (berupa teori).
Diagram3.jpeg
Bagan 19-4. Konteks Penemuan dan Konteks Justifikasi
dalam Penelitian Murni

     Teori yang ditemukan di dunia rasional selanjutnya merupakan teoretis untuk mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan, dan mengobrol gejala alam yang berada di dunia empiris. Sebaliknya penemuan factual di dunia empiris dapat mengacu kepada teori yang bermukim di dunia rasional untuk memberikan justifikasi berupa argumnetasi teoretis tentang penemuan empiris tersebut.
     Berdasarkan posisi konteks penemuan dan konteks justifikasi ini kita dapat membagi epistesmologi penelitian terapan menjadi dua bentuk. Bentuk pertama adalah epistemologi pemecahan masalah dengan konteks justifikasi didahulukan dan diikuti oleh konteks penemuan. Bentuk kedua adalah mendahulukan konteks penemuan yang diikuti oleh konteks justifikasi. Itulah sebabnya epistemology ini kita namakan epistemologi penemuan ilmiah.
     Epistemologi penemuan ilmiah merupakan bentuk epistemologi yang sekarang banyak dipergunakan di Negara kita. Epistemologi ini mendahulukan kesimpulan yang ditarik dari pengumpulan data dan selanjutnya dibahas untuk memberikan justifikasi terhadap penemuan empiris tersebut. Konteks justifikasi adalah ajang pemanfaatan teori-teori tersebut dalam mengembangkan kerangka argumentasi yang menjelaskan suatu penemuan penelitian.
     Epistemologi pemecahan masalah merupakan bentuk epistemology yang kurang dikenal di Negara kita yang sebenarnya justru bersifat sangat fungsional dalam pendidikan keilmuan. Dengan adanya konteks justifikasi didahulukan sebelum konteks penemuan maka peneliti dipaksa untuk berpikir secara konsepsional, antisipatif, dan nalar. Epistemologi penemuan ilmiah lebih cocok untuk peneliti professional ketimbang mahasiswa yang masih belajar.

Diagram4.jpeg
Bagan 19-5. Konteks Penemuan dan Konteks Justifikasi
dalam Penelitian Terapan

Berpikir konseptual, Nalar dan Antisipatif
Metode ilmiah merupakan hal yang penting bagi komunitas ilmiah untuk melaksanakan kritik terhadap hasil penelitain ilmuwan lain dan penting bagi sistem pendidikan dalam mendidik calon ilmuwan. Di kemudain hari para lulusan yang diak bekerja dalam profesi keilmuan akan lebih bergelut dengan cara berpikir konsepsioanl, nalar dan antispatif dalam masalah-masalah sosial ketimbang proses pengumpulan dan pengolahan dalam masalah ilmu-ilmu alam.
     Kebanyakan kesimpulan yang diambil itu pada hakikatnya merupakan hipotesis atau jawaban sementara yang akan diuji keampuhannya dalam memecahkan permasalahan praktis yang dihadapi. Sejarah perkembangan ilmu itu sendiri memberikan gambaran bahwa teori pada hakikatnya meruapakan serangkaian hipotesis terhadap permasalahan yang dihadapi. Kenyataan bahwa hipotesis teruji kebenarannya pada satu waktu , dan pada perjalanan waktu akan timbul hipotesis lainnya yang lebih maju, tidak menafikan kenyataan bahwa berpikir hipotesis mempunyai kegunaan yang nyata.
     Kegiatan penelitian di Negara kita lebih ditujukan untuk menemukan pengetahuan baru daripada sebagai sarana edukatif untuk membentuk kemampuan berpikir. Penelitian akademik di Negara kita, dengan bertumpu pada epistemology penemuan ilmiah, seakan-akan beranggapan bahwa semua lulusannya akan bekerja di bidang keilmuan. Memang itulah kelebihan epistemology penemuan ilmiah bahwa dia sangat efisien bagi peneliti professional untuk mendapatkan pengetahuan baru.

Penguasaan Metode Ilmiah di Perguruan Tinngi
Di samping metodologi penelitian yang mengacu kepada metode ilmiah yang berasaskan logico-hyphotetico-verifikatif ini, yang sering disebut metode penelitain positivistic, terdapat berbagai metodologi penelitian yang mengacu kepada bentuk pemikiran lain umpamanya metodologi penelitian kualitatif. Pemikiran dalam keilmuan dapat dibagi ke dalam dua kategori yakni pemikiran nomotetik dan idiografik. Pengetahuan keilmuan yang bersifat nomotetik adalah pengetahuan ilmiah yang mempelajari fakta empiris dengan tujuan mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol gejala alam. Pengetahuan keilmuan yang bersifat idiografik adalah pengetahuan ilmiah yang mempelajari “alam dan manusia dalam setting yang alamiah” dengan tujuan untuk mendapatkan pengertian (understanding) berdasarkan cara pandang manusia yang hidup dalam setting tersebut.
     Disiplin keilmuan kadang-kadang dibagi ke dalam kategori disiplin keilmuan nomotetis dan idiografis. Semua disiplin keilmuan ilmu-ilmu sosial dimasukkan ke dalam kategori disiplin keilmuan nomotetik terkecuali antropologi. Hanya antropologi yang dimasukkan ke dalam disiplin keilmuan idiografis. Pembagian ke dalam dua kategori ini lebih ditekankan kepada prioritas dalam tujuan penyusunan tubuh pengetahuan ilmiahnya.
     Paradigma penelitian positivistik dan paradigma penelitian kualitatif tidak bersifat saling menafikan melainkan saling membutuhkan. Dengan demikian maka silang pendapat antara dua paradigma ini tidak perlu ada apalagi sampai menjurus ke hal-hal yang tidak rasional dan bersifat ekstrem. Kita harus berusaha mencari kompromi eklektik sebab segala sesuatu di muka bumi yang fana ini masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
     Metode penelitian kualitatif ini sangat beragam umpamanya saja field research dalam sosiologi, etnografi dalam antropologi, naturalistic dalam pendidikan di samping berbagai metode penelitian lainnya seperti symbolic interactionist, inner perspective, the Chicago School, interpretive dan etnometodologis.
     Metode penelitian kualitatif bukanlah paradigma yang mengacu kepada teori dalam kegiatannya sebab sejatinya paradigma kualitatif bersifat mengembangkan teori (theory generating).
     Penelitian ini bukan saja akan menambah wawasan penguasaan metodologi penelitian mahasiswa namun juga menghasilkan pengetahuan baru. Kita membutuhkan penelitian mengenai masyarakat dan manusia Indonesia yang sesungguhnya untuk dapat mengembangkan model realitas yang dapat dipergunakan dalam penelitian-penelitian kita selanjutnya. Penelitian idiografis Sheldon F. Shaeffer di Kabupaten Malang tahun 1977-1978, umpamanya, memberikan informasi yang sangat berharga bagi kebijakan pendidikan diIndonesia. Penelitian itu menyimpulkan bahwa kegiatan pendidikan dasar tidak memberikan pengetahuan, nilai, dan sikap yang diperlukan anak itu kelak untuk hidup dalam abad ke-21. Namun suatu penelitian yang mendalam dan otoritatif akan didengar orang banyak dan menjadi masukan bagi para pengambil keputusan. Dengan demikian maka hasil penelitian tidak hanya akan menjadi pajangan namun secara konkret tampil di depan memberikan suluh dalam kegelapan.
     Dalam pembahasan metode ilmiah, umpamanya, betapa banyak pertimbangan yang harus kita lakukan agar kegiatan pembelajaran yang dilakukan sekarang akan memberikan manfaat yang maksimal di masa yang akan dating. Kita tak dapat berdiam diri dan hanya menyerahkan masa depan kepada perjalanan waktu tanpa persiapan.

20 Dikotomi Penelitian Akademik dan Profesional

Dalam penelitian professional yang penting adalah hasilnya. Tanpa hasil penelitian yang nyata dan bermanfaat maka penelitian professional tak ada artinya. Peneliti professional, termasuk dosen perguruan tinggi, dituntut untuk menghasilkan produk yang bermutu atau tutup buku.
     Proses penelitian professional, berbeda dengan anggapan orang, adalah kegiatan yang tidak sistematis namun penuh dengan imajinasi dan kreativitas yang tidak ada dalam buku teks. Tak ada langkah sistematis seperti kita temukan dalam pedoman metodologi penelitian. Secara epistemologis hal ini berarti:temukan dulu, baru kemudian kita berikan justifikasi keilmuan. Proses penemuan ini tidak bersifat linier melainkan sirkular, penuh pengulangan serta cek dan recek, sampai kita merasa yakin dengan apa yang kita temukan.
Diagram3.jpeg
Bagan 20-1. Konteks Penemuan dan Konteks Justifikasi dalam
Penelitian Murni

     Inilah sebenarnya hakikat dari epistemologi penemuan ilmiah yang diajarkan dalam sistem pendidikan kita dan menjadi acuan baik bagi ilmuwan atau mahasiswa yang sedang belajar melakukan penelitian.
     Epistemologi ini memberi kemudahan kepada ilmuwan professional sebab dia tidak usah mengajukan hipotesis yang definitif sebelum pengumpulan data dilakukan.
     Sebenarnya, ilmuwan professional secara implicit biasanya sudah mempunyai hipotesis yang definitif bagi penelitiannya, atau paling tidak embrio dari apa yang ingin ditemukannya. Namun hal ini disimpan sampai dia menemukan ramifikasi data yang mendukukung gagasannya. Secara kritis dia akan menafsirkan data dan mengadakan pengulangan sampai kekeliruan dapat dicegah. Penelitian akademik dapat diibaratkan perjalanan dengan “tiket sekali jalan” (one way ticket). Dia tidak bisa melakukan pengulangan atau cek dan recek seperti ilmuwan professional. Oleh sebab itu, dalam hal kesimpulan data yang tidak masuk akal pun, dia cenderung menjadikan konteks justifikasi menjadi pembelaan yang terkesan dicari-cari untuk mempertahankan penemuan penelitiannya.
The Singer not the Song
Kalau memang aspek penemuanlah yang paling penting, yang kalau perlu memarjinalkan penalaran kritis dalam prosesnya, maka penilitian akademik sebagai sarana edukatif tidak berfungsi secara efektif. Justru penalaran kritis inilah, terutama dikaitkan dengan pemanfaatan teori ilmiah yang berfungsi untuk mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan dan mengontrol gejala alam yang harus menjadi fokus utama. Produk penelitian akademik dari system pendidikan bukanlah pengetahuan  atau teknologi baru melainkan manusia  yang mempunyai kualifikasi tertentu sesuai dengan jenjang pendidikannya. Contohnya saja di Amerika Serikat sendiri, yang setiap tahun menghasilkan lebih dari 20.000 doktor. Tetapi, hanya sedikit sekali dari desertasi yang dipublikasikan mempunyai manfaat langsung.
Penelitian akademik pada hakikatnya bertujuan memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk menguasai dan mempraktekkan segenap aspek keilmuan dari teori-teori ilmiah yang sudah dipelajarinya sesuai dengan hakikat keilmuan. Secara rinci penelitian akademik bertujuan melatih kemampuan yang mencakup antara lain (1) menerapkan teori sesuai dengan fungsinya; (2) menyusun kerangka berpikir dalam menghadapi masalah; (3) berpikir prediktif berdasarkan kerangka berpikir yang argumentatif dan nalar; (4) kemampuan menyusun instrument penelitian dan kalibrasinya; (5) kemampuan menyusun metodologi penelitian yang sesuai dengan permasalahan; (6) menafsirkan kesimpulan data secara kritis dengan melakukan recek terhadap metodologi penelitian bila terdapat keraguan; (7) menarik kesimpulan secara kritis terhadap hasil pengujian hipotesis dan (8) mengembangkan implikasi penelitian dalam upaya pemecahan masalah.
Berpikir konseptual, nalar dan prediktif merupakan ciri utama dari epistemologi pemecahan masalah. Kita harus mengajukan hipotesi yang definitif . Hipotesi ini harus didukung oleh argumentasi dan nalar yang kuat, lain dengan hipotesis yang netral seperti “terdapat pengaruh dari introduksi minum susu di pedesaan terhadap tingkat kesehatan penduduk” yang dapat diajukan begitu saja.
Bagi pengujian hipotesis netral bila datanya menunjukkan pengaruh positif atau negative maka hal itu tidak menjadi soal. Lain bagi peneliti yang mengajukan hipotesis definitive yang konsisten dengan teori ilmiah. Dari hipotesis yang ditolak saja kita mendapatkan berkah apalagi dari hipotesi definif yang diterima. Hipotesis yang orisinal biasanya melawan arus dan betul-betul harus didukung oleh arumentasi yang kuat. Inilah kelebihan epistemology pemecahan masalah yang cocok untuk kegiatan pendidikan dalam mengembangkan berpikir konseptual, nalar  dan antisipatif. Kalau hal ini sudah terbiasan dan terinternalisasi maka cara berpikir ini akan menjadi nilai yang membentuk karakter bangsa. Dewasa ini, bangsa kita seperti sedang mengidap sindrom manusia expost facto: baru rebut sesudah sesuatu terjadi dan bukan memperkirakan sebelumnya.

Ke Arah Diversifikasi Kegiatan Penelitian
Penelitian mempunyai peranan yang khas bila dikaitkan dengan kegiatan tertentu. Pada satu pihak, penelitian merupakan sarana edukatif bila dikaitkan dengan kegiatan pendidikan, dan dalam hal ini, kegiatan penelitianmencerminkan hakikat dan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Aspek-aspek penelitian seperti bentuk penelitian, perumusan masalah, kajian kepustakaan, proses pengumpulan dan analisis data, serta penyajia laporan penelitian, semuanya mengacu pada tujuan keilmuan yang ingin diwujudkan dalam kegiatan penelitian.
Penelitian deskriptif mungkin sangat fungsional dalam menemukan pengetahuan, atau lebih tepat lagi, informasi baru. Jika seorang pakar ekonomi hasil penelitian deskriptifnya menemukan bahwa, sekian persen penduduk Indonesia masih termasuk dalam taraf kemiskinan, maka penemuan ini merupakan informasi yang sangat berharga. Di pihak lain, mungkin saja penelitian yang sangat canggih dalam segi penalaran dan analisis, kurang bermanfaat bagi pengambilan keputusan maupun pengembangan ilmu.
Untuk itu dirasa perlu untuk mengembangkan klasifikasi penelitian dikaitkan dengan serangkaian kegiatan, sebuah penelitianmungkin fungsional ditinjau dari sudut kegiatan namun difungsional dari sudut kegiatan yang lain.
Pada dasarnya penelitian dapat digolongkan ke dalam tiga kategori dasar yakni penelitian akademik, professional dan instutisional. Penelitian akademik adalah penelitian yang dilakukan seorang peneliti yang sedang berada dalam proses pendidikan atau latihan. Penelitian tersebut merupakan bagian integral dari proses pendidikan atau latihan yang sedang dijalaninya. Di samping penelitian akademik dikenal juga penelitian yang dilakukan oleh ilmuan atau peneliti professional lainnya. Kegiatan ini tidak terkait dengan proses pendidikan atau latihan sebab peneliti yang terlibat dalam kegiatan penelitian ini telah diproses kemampuannya lewat pendidikan atau latihan yang selesai dijalaninya. Peneliti dalam penelitian akademik dapat diibaratkan sebagai peneliti-yang-sedang-menjadi (in statu nascendi) sedangkan peneliti yang berkecimpung dalam kegiatan penelitian yang kedua adalah peneliti-yang-sudah-jadi. Peneliti yang terakhir ini pada dasarnya terdiri dari ilmuawan atau peneliti professional lainnya yang melakukan kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya. Itulah sebabnya maka penelitian yang kedua ini kita sebut sebagai penelitian professional.
Perbedaan hakikat antara dua jenis penelitian ini perlu disadari sebab terdapat perbedaan yang mendasar dari kegiatan yang dilakukan masing-masing. Dewasa ini belum memasyarakat suatu bentuk klasifikasi yang secara distinktif membeakan kedua jenis penelitian tersebut yang mngakibatkan proses dan produk penelitian yang tidak bersifat optimal sesuai dengan hakikat yang dimilikinya. Bisa saja seorang generalis mengatakan bahwa hakikatnya semua penelitian itu sama. Penyatakan ini mengandung kebenaran jika diterapkan pada masyarakat ilmiah yang masih dalam taraf sederhana. Akan tetapi dalam masyarakat yang telah maju, yang ruang lingkup geraknya terdiri dari berbagai fase yang membutuhkan keahlian dan karakter tersendiri, maka pernyataan yang bersifat umum ini tidak berlaku lagi.


Penelitian Akademik
Penelitian akademik dapat dianggap sebagai bagian integral dari proses pendidikan atau latihan dalam membentuk manusia yang mempunyai kualifikasi kemampuan tertentu. Penelitian merupakan sarana edukatif dalam proses kegiatan pendidikan. Pendidikan keilmuan ditujukan kea rah penguasaan pengetahuan ilmiah tertentu, maka penelitian akademik yang biasanya dilakukan di penghujung program studi mempunyai potensi dan peranan untuk mengevaluasi secara sumatif apakah kemampuan tersebut sudah terbentuk atau belum.
Pengetahuan ilmiah secara keseluruhan terdiri dari empat bagian yakni pengetahuan filosofis, pengetahuan metodologis, pengetahuan teoretis, penggunaan aplikatif. Penelitian akademik pada hakikatnya mencakup keempat aspek pengetahuan ilmiah ini, dan dengan demikian, maka penelitian akademik dapat dirancang untuk sebagai sarana evaluasi. Selain itu, penelitian akademik berfungi sebagai media pengontrol kualitas agar anak didik yang kelak selesai dari studinya telah memiliki kualitas yang ditentukan. Media pengontrol ini penting sekali sebab pada hakikatnya proses ini merupakan tahap pendidikan terakhir untuk membekali anank didik dengan pengetahuan yang diperlukan sebelum mereka terjun ke masyarakat.
Secara terinci maka penelitian merupakan sarana edukatif sekaligus sarana edukatif sekaligus sarana evaluative apakah anak didik telah menguasai hal-hal sebagai berikut: (1) menguasai hakikat ilmu; (2) menguasai metode ilmiah; (3) mengetahui fungsi teori ilmiah: (4) menguasai pengetahuan teoretis yang relevan dengan masalah penilitian yang diajukan; (5) menguasai penalaran dalam deduksi hipotesis; (6) menguasai metodologi penelitian dalam rangka pengujian hipotesis yang berupa; (6-1) menguasai metode penelitian, (6-2) menguasai metode penyusunan instrumen penelitian, (6-3) menguasai metode pengambilan contoh, dan (6-4) menguasai metode analisis data; (7) menguasai kempuan untuk menyimpulkan  dan menafsirkan kesimpulan analisis data; (8) menguasai kempuan untuk mengembangkan pemecahan masalah berdasarkan tesis yang disimpulkan dan (9) menguasai teknik penulisan dan teknik notasi ilmiah dalam menyusun laporan penelitian.
Validitas Internal vs Validitas Eksternal
Mengingat tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah banyak sekali, dengan penekanan kepada keabsahan dan keandalan dalam proses penemuan kebenaran, maka penelitian akademik cenderung lebih menekankan kepada validitas internal daripada validitas eksternal. Validitas internal mencerminkan keabsahan dalam proses penemuan kebenaran baik dari segi rasionalitas maupun empirik. Validitas eksternal mencerminkan keandalan generalisasi temuan hasil penelitian untuk dapat diterapkan dalam populasi dan lingkup yang lebih luas. Oleh sebab itu, maka salah satu persyaratan penelitian akademik haruslah bersifat konsepsional. Penelitian yang bersifat factual, yang tidak memungkinkan analisis yang bersifat koseptual, bukanlah masalah ideal bagi penelitian akademik.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka penelitian akademik harus mempunyai validitas internal yang tinggi yang memungkinkan pertanggung jawaban secara ilmiah dari setiap komponen penelitian tersebut bagaimana pun  kecilnya. Kita musti menerapkan zero tolerance  terhadap setiap kesalahan penelitian akademik. Hal ini bukan berarti bahwa setiap penelitian akademik harus sempurna, dan peneliti harus bolak-balik ke lapangan untuk memperbaiki penelitiannya, paling tidak dia harus mengetahui kalau ada sesuatu yang salah dalam penelitiannya dan mampu merperbaiki masalah tersebut.
Laporan penelitian tetap dapat mempergunakan data yang telah dikumpulkan. Hal ini berarti bahwa kita menganggap penelitian sebagai saran edukatif dan bukan sebagai pengetahuan baru yang siap untuk dipergunakan dan diaplikasikan. Asumsi ini lebih realistis dan sesuai dengan hakikat penelitian dalam konstelasi pendidikan keilmuan secara keseluruhan.
Secara garis besar dapat dikatan bahwa penelitian akademik lebih berorientasi kepada proses yakni proses penelitian sebagai sarana edukatif dalam membentuk ilmuwan yang mempunyai kemampuan untuk melakukan penelitian ilmiah secara benar dengan menerapkan teori dan prosedur keilmuan. Produk utama dari kegiatan penelitian akademik manusia peneliti yang telah lulus dari proses pendidikan diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan baru yang mempunyai kegunaan teoretis maupun praktis maupun eksekutif pengambil keputusan yang mampu berpikir secara konsepsional, nalar, dan antisipatif dengan mengacu kepada hakikat keilmuan. Penelitian akademik, sesuai dengan hakikat dan tujuannya, harus dirancang sedemikian rupa agar semua tujuan yang bersifat edukatif di dalamnya dapat tercapai.
Evaluasi Penelitian Akademik
Evaluasi pertama penelitian akademik dilakukan terhadap usulan penelitian. Hal ini dapat dilakukan dalm seminar yang dihadiri oleh siapa pu setelah usulan penelitian disetujui oleh komisi pembimbing atau promotor. Hasil evaluasi ini dipergunakan untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin terdapat usulan dalam penelitian. Evaluasi kedua dilakukan terhadap instrument penelitian yang telah disusun. Dalam penelitian social, penyusunan instrument ini merupakan salah satu kegiatan yang paling krusial dalam penelitian dan paling berpotensi untuk melakukan kesalahan.
Evaluasi selanjutnya yang sering dilakukan di perguruan tinggi adalh seminar hasil penelitian sebelum ujian dilaksanakan. Seminar ini dilakukan secara terbuka sebagai pemanasan dan persiapan bagi ujian tertutup. Saran yang disampaikan tidak bersifat mengikat dan terpulang kepada pembimbing atau promotor untuk memilih dan memilah saran yang akan dimasukkan ke dalam perbaikan laporan penelitian sebelum ujian tertutup.
Ujian tertutup adalah ujian dalam arti yang sesungguhnya, dan bimbingan terakhir yang dilakukan oleh segenap langkah yang edukatif, ditujukan agar mahasiswa memahami segenap langkah yang dilakukan dalam kegiatan penelitian akademik dan menyadari kesalahan yang mungkin dilakukan dalam proses penelitian. Dalam hal ini, komisi ujian wajib memberikan bimbingan bagaimana caranya memperbaiki kesalahan tersebut dengan petunjuk yang difinitif. Pada prinsipnya, semua anggota komisi ujian tertutup adalh pembimbing atau promotor bagi mahasiswa yang diuji. Tugas dan wewenang komisi pembimbing atau komisi promotor hanya sampai ujian tertutup saja, selanjutnya tugas dan wewenang tersebut diambil alih oleh komisi ujian tertutup yang dipimpin oleh pejabat structural perguruan tinggi di bidang akademik. Pimpinan structural perguruan tinggi berfungsi mengawasi implementasi persepsi perguruan tinggi yang bersangkutan terhadap hakikat keilmuan dan kegiatan penelitian. Dalam kode etik akademik musti tercakup proses arbitrase jika terdapat perbedaan yang tidak dapat diselesaikan mengenai kesalahan atau perbaikan penelitian. Dengan adanya pimpinan structural perguruan tinggi sebagi ketua komisi ujian tertutup maka proses arbitrase ini lebih mudah dilakukan. Demikian uga, ujian tertutup harus menghasilkan kesimpulan yang berupa kontrak tertulis mengenai perbaikan penelitian. Kontrak ini mempunyai 2 kegunaan, pertama, mahasiswa tahu benar apa yang harus diperbaiki dan kepada siapa dia harus berkonsultasi dan memperoleh persetujuan atas perbaikan yang dilakukan dan, kedua, tidak boleh ada perbaikan lain kecuali apa yang tersurat dalam kontrak tersebut . Terdapat kecendrungan pada beberapa dosen yang kurang bertanggung-jawab bahwa dia selalu melihat kesalahan baru setiap mahasiswa melaporkan hasil penelitiannya. Hal ini harus dihindarkan sebab tidak efisien dan tidak mendidik. Semua kesalahan yang dianggapnya harus diperbaiki harus dikemukakan dalam ujian tertutup dan bersidang dan melakukan bargaining mengenai isi kontrak. Proses bargaining ini mencerminkan demokrasi dalam pengambilan keputusan tanpa adanya orang yang bertindak semena-mena dan memaksakan kehendak tanpa didasari argumentasi dan sikap moderat. Komisi pembimbing atau promotor, dalam hal ini seyogyanya membela kepentingan mahasiwa yang dibimbingnya. Proses bargaining  ini penting sebab kontrak yang dihasilkan harus mencerminkan integritas keilmuan dan kearifan pendidik yang jika keduanya bias bersintesis akan menghasilkan manusia terdidik yang berkualitas. Pelaksanaan kontrak ini disupervisi oleh ketua komisi ujian tertutup yang merupakan pejabat structural perguruan tinggi dengan berpedoman pada buku panduan penelitian dan kode etik akademik. Hal ini akan menjadikan penelitian bukan saja proses pendewasaan namun sekaligus pengalaman yang menyenangkan. Karena sudah jelas apa yang harus diperbaiki dan siapa yang menandatangani pengesahan perbaikan tersebut maka perbaikan laporan penelitian hanya merupakan kerja keras. Taka da lagi kebimbangan dan kebingungan seperti apa yang sering kita lihat dewasa ini.
Penelitian Profesional
Di samping penelitian akademik ini terdapat bentuk lain dari penelitian yang orientasinya bukan proses  seperti penelitian akademik melainkan produk. Penelitian ini tuuan utamanya adalah mendapatkan penemuan baru baik berupa pengetahuan maupun teknologi baru. Penemuan baru yang diperoleh dapat berupa produk seperti varitas tanaman baru atau obat jenis baru. Penelitian ini disebut sebagai penelitian professional yang biasanya dilakukan oleh ilmuwan attau peneliti professional lainnya di perguruan tinggi, balai penelitian atau lembaga yang mengkhususkan diri untuk mengembangkan ilmu dan teknologi.
Dalam bidang penemuan baru biasanya dikenal dua tahapan yang berbeda yakni tahap pengembangan prototype dan produk final. Penelitian professional yang bersifat pengembangan prototipe biasanya menekankan kepada validitas internal. Baru dalam tahap ini pengembangan produk final kedua validitas, baik internal maupun eksternal, harus dipenuhi. Pegembangan prototype merupakan penelitian yang ideal dilakukan oleh dosen di perguruan tinggi. Pengembangan prototip menjadi produk final biasa dilakukan oleh lembaga penelitian dan pengembangan yang mengkhususkan diri untuk mengembangkan pengetahuan dan teknologi baru.
Berbeda dengan penelitian akademik yang membatasi permasalahan pada beberapa variable agar mudah dikontrol untuk mendapatkan validitas internal yang tinggi, maka penelitian professional biasanya memasukkan segenap variable yang relevan untuk mendapatkan penemuan baru mengenai suatu objek yang di teliti. Prosedur da langkah-langkah yang sistematik dalam penelitian professional tidak lagi diperluan. Penelitian tidak dilakukan secara penelitian akademik bersifat one way ticket namun dilakukan secara berulang-ulang sampai kita mendapatkan kebenaran yang pasti. Kalau penelitian akademik bersifat linier dengan tahapan yang jelas dan terbakukan maka penelitian professional bersifat spiral yang bersifat konvergen menuju hasil. Proses deduksi dan induksi dilakukan secara dinamis sesuai dengan kebutuhan. Metode ilmiah, dalam upaya untuk memperoleh penemuan baru, harus dianggap sebagai polla berpikir untuk menemukan kebenaran ilmiah yang penerapannya disesuaikan sebagai kebutuhan.
Sering kita menemukan bahwa proses penelitian akademik yang dilakukan mahasiswa sama dengan penelitian professional yang dilakukan dosen: keduanya adalah bersifat abash ditinjau dari metode ilmiah dan keduanya tidak menghasilkan apa-apa yang baru. Bagi penelitian dosen tidak menemukan sesuatu yang berharga maka hal ini patut membuat mebuat orang bertanya. Penelitian akademik dan penelitian professional pada hakikatnya haruslah berbeda: sebab tujuannya berbeda maka prosesnya pun harus berbeda. Jadi kalau ada penelitian dosen yang sama dan sebangun dengan peneitian mahasiswa maka ada yang salah dengan dunia keilmuan kita.
Epistemologi pemecahan masalah yang diperuntukkan bagi penelitian akademik dan epistemologi penemuan ilmiah bagi penelitian professional. Epistemologi pemecahan masalah merupakan sarana edukatif yang melalui kegiatan penelitian yang membentuk kemampuan berpikir ilmiah yang bersifat konsepsional, nalar, dan antisipatif. Hal ini dikaitkan dengan konteks justifikasi yang didahulukan sebelum onteks penemuan. Sebaliknya, epistemology penemuan ilmiah berorientasi pada penemuan baru. Di sini konteks penemuan didahulukan sebelum konteks justifikasi.
Semoga dengan adanya perbedaan dalam paradigma penelitian ini akan mendorong perbedaan dalam cara berpikir yang pada gilirannya mengahsilkan produk penelitian yan berbeda. Penemuan baru ini tentu saja tidak realistis dilakukan oleh mahasiswa melainkan oleh dosen yang menjadi pembimbingnya. Dengan demikian maka dinamika dalam kehidupan perguruan tinggi akan mendorong kemajuan baik di bidang peningkatan sumber daya manusia maupun peningkatan di bidang ilmu dan teknologi.
Penelitian Kelembagaan
Penelitian kelembagaan tidak dimaksudkan sebagai sarana edukatif seperti penelitian akademik, atau ditujukan untuk mendapatkan penemuan baru seperti penelitian professional, melainkan difokuskan pada pemerolehan informasi yang dipakai sebagai dasar bagi pengambilan keputusan. Sebuah lembaga membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil tersebut biasanya menyangkut dua hal, yakni keputusan yang menyangkut perumusan kebijakan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan dalam bentuk program.
Disebabkan keputusan yang diambi mempunyai dampak yang luas maka penelitian kelembagaan sangan memperhatikan validitas eksternal. Berbeda dengan penelitian akademik dan profesional yang bersifat konsepsional maka penelitian instutisional lebih bersifat factual. Data deskriptif seperti jumlah penduduk, tingkat pendidikan, permintaan terhadap barang atau jasa, atau persentase keberhasilan sebuah program biasanya merupakan data yang dikumpulkan dan diolah dalam penelitian instutisional. Semua variabel urut mempengaruhi pengambilan keputusan harus tercakup dalam lingkup penelitian.
Penelitian yang dilakukan dapat berupa penelitian evaluative untuk menilai seberapa jauh keberhasilan suatu kebijaksanaan atau program, penelitian diagnostik yang mengungkapkan keadaan suatu objek atau wilayah, dan penelitian prognostik mencoba mengembangkan kebijakan atau program yang baru. Penilitian prognostik mungkin didasarkan kepada penelitian diagnostik. Penelitian diagnostik lebih ditekankan untuk mendapatkan basis data sedangkan penilian prognostik lebih ditekankan kepada pengembangan basis teori sebagai dasar penyusunan kebijaksanaan atau program baru.
Analisis data yang dilakukan disesuaikan dengan tujuan kegunaan praktis dalam pengambilan keputusan. Analisis yang biasanya digunakan adalah analisis deskriptif. Penelitian instutisional juga tidak mutlak harus merupakan penelitian ilmiah, artinya, tidaj memerlukan konteks justifikasi teoretis untuk memayungi penemuan empiris. Penelitian dilaporkan dalam bentuk yang ebih bebas sesuai dengan kebutuhan dan tidak mutlak harus mempergunakan teknik penulisan dan teknik notasi ilmiah. Itulah sebabnya maka penelitian instutisional bukanlah bentuk penelitian yang cocok untuk kegiatan akademik.

Catatan Akhir
Dalam perkembangan pengetahuan selalu terjadi suatu proses diferensiasi kea rah pembentukan cabang pengetahuan yang lebih bersifat spesialistis. Demikian juga dengan penelitian, kategori generic penelitian yang yang mempunyai tujuanyang berbeda-beda tidak lagi memenuhi persyaratan sesuai dengan tuntutan beda tidak lagi memenuhi persyaratan yang sesuai dengan tuntutan spesialisasi. Untuk itu kita mencoba membagi menjadi tiga cabang utama yakni penelitian akademik, profesional, dan instutisional. Pembedaan ketiga bentuk penelitian ini secaraa tersurat semoga mendorong berkembangnya paradigma penelitian yang bersifat khas terutama penelitian akademik. Demikian uga dengan adanya pembedaan ini penelitian profesional dapat dipacu perkembangannya sesuai dengan hakikatnya yang sejati. Dewasa ini kita masih sering melihat penelitian dosen di perguruan tinggi yang masih merupakan wahana latihan meneliti. Semoga dengan adanya pembedaan bentuk-bentuk penelitian maka kegiatan penelitian di Negara kita akan bertambah maju sesuai dengan koridornya masing-masing